Saat jalan-jalan di Shinjuku, saya pun ‘berkenalan’ dengan nightlife Jepang yang sesungguhnya. Jika sebelumnya saya belajar kebudayaan Jepang dari drama, anime, manga, dan movie, kini saya dapat melihat, mendengar, dan merasakannya sendiri. Shinjuku memang tak pernah bosan membuat saya takjub. Tak terkecuali dengan aneka hiburan yang mengundang.
Saat saya menelusuri jalanan Shinjuku, di kanan-kiri jalan banyak sekali restoran, kedai, hotel, rental, tempat karaoke hingga Pachinko. Jangan salah, meski terlihat sangat sederhana beberapa tempat hiburan ini ternyata menyumbangkan banyak pemasukan untuk negara Jepang lho. Bahkan nilainya bisa mencapai triliunan, khususnya untuk Pachinko.
Pachinko merupakan permainan menyerupai pinball yang dulunya menjadi permainan untuk berjudi. Kita akan diminta untuk memasukkan bola-bola logam yang nantikan akan bergerak mengikuti rangkaian pin. Jika beruntung, bola logam ini akan masuk ke dalam lubang.
Setelah masuk ke dalam lubang, jumlah bola logam yang bergerak di antara rangkaian pin pun akan bertambah. Dengan demikian, kesempatan bola logam untuk masuk ke dalam lubang pun juga semakin besar. Minna bisa menang besar!
Minna akan meraih kemenangan dengan memasukkan banyak bola logam ke dalam lubang. Kupon yang didapat nantinya dapat ditukarkan dengan uang di tempat lain yang gedungnya tersembunyi dan relatif. Sebenarnya Pachinko tak diperkenankan untuk area berjudi, sehingga kita dapat mendapatkan uang dengan cara yang cukup rumit. Inilah yang menjadi daya tarik Pachinko bagi masyarakat Jepang. Apalagi, kini Pachinko hampir serupa dengan mesin slot.
Telah banyak modernisasi yang dilakukan sehingga permainan makin menarik dan tak membosankan. Dilengkapi dengan musik serta anime, membuat para pemain makin betah stay di Pachinko. Pachinko yang saya kunjungi pun ternyata Pachinko versi Evangelion!!! Berjam-jam bermain di Pachinko pasti tak akan terasa.
Sayangnya, hanya pengunjung di atas usia 18 tahun saja yang diperkenankan masuk. Jadi bagi minna yang masih di bawah umur, melihat Pachinko dari luar saja ya. Karena saya telah cukup umur, saya pun mencoba masuk dan memotret sedapatnya.
Pasalnya, seorang pengunjung Pachinko telat memelototi saya karena merasa terganggu. Di dalam area ini sangat ramai dan padat. Sebagian besar pengunjung adalah laki-laki muda hingga setengah baya. Mereka nampak begitu fokus dengan layar dan beberapa orang tak sadar tengah saya amati.
Selesai foto-foto, saya langsung kabur karena khawatir menimbulkan masalah. Sebenarnya tak perlu khawatir berburu foto di Pachinko. Asal kita tak memfoto wajah para pengunjung, masih sah-sah saja mengambil foto.
Saya pun menjadi maklum jika Pachinko menyumbangkan pemasukan sebesar 29 triliun pertahun untuk perekonomian Jepang. Selain diminati banyak orang, hampir di semua tempat terdapat Pachinko. Entah di Tokyo, Kyoto maupun Osaka. Inilah cuplikan nightlife Shinjuku yang sempat saya cicipi meski sedikit. Tunggu kisah selanjutnya ya.
Berita Jepang | Japanesestation.com
Salah satu sektor bisnis yang terdampak pandemi virus corona adalah bisnis pachinko. Dengan diumumkannya status keadaan darurat Jepang pada 7 April lalu, kebanyakan tempat (parlour) pachinko yang tidak dapat melakukan social distancing terpaksa menutup usaha mereka hingga kebijakan lockdown dicabut. Namun, beberapa parlour di Kansai menolak untuk menutup bisnis mereka karena menurut mereka, hal itu akan membuat mereka bangkrut.
Untuk menolong bisnis kecil seperti pachinko dari kebangkrutan, Pemerintah Metropolitan Tokyo menawarkan dana sebesar 1 juta yen dengan permintaan agar para pemilik menutup bisnis mereka. Namun, beberapa operator malah menghabiskan dana lebih dari 1 juta yen hanya untuk menyewa tempat saja, membuatnya sulit membayangkan apakah dana tersebut bisa membantu bisnis mereka.
Meskipun begitu, pachinko sebenarnya bisnis yang menguntungkan. Hampir semua waktu luang orang-orang dimanfaatkan untuk bermain di pachinko, bahkan 1 dari 11 orang bisa bermain setiap satu minggu sekali. Karena itu, jika terus dibuka, bisnis ini bisa meraup dana sebesar 200 miliar dolar per tahunnya, setara dengan 4% PDB (produk domestik bruto) tahunan Jepang. Jumlah ini bahkan 30 kali lebih banyak dari yang diraup Las Vegas setiap tahunnya dan 2 kali lebih banyak dari industri ekspor mobil Jepang. Hebat kan?
Nah, apa sih yang membuat bisnis ini begitu menarik perhatian? Donald Richie, seorang peneliti budaya Jepang, mendeskripsikan pachinko sebagai ‘cut-rate Zen’. Kehidupan pekerja di Jepang bisa terasa sangat berat, membuat orang-orang ingin lari dari kenyataan. Di sinilah pachinko berperan sebagai tempat melepas stres dari tempat kerjanya. Di balik bunyi ribuan bola perak yang berkelap-kelip, orang-orang ini merasa mereka menemukan “sesuatu” yang tidak bisa ditemukan di tempat lain.
Awalnya, pachinko terinspirasi dari pinball ‘bagatelle’ asal Amerika yang hadir di Jepang pada tahun 1920-am. Mesin ini kemudian dipasang di beberapa toko kue yang membuatnya disebut ‘pachi pachi’ yang berasal dari bunyi berdenting bola.
Pada tahun 1930-an, papan dan poster mulai digunakan untuk promosi, membuat banyak orang dewasa mulai memainkannya. Namun, pachinko mulai benar-benar populer sebagai sarana hiburan setelah Perang Dunia II. Pada tahun 1980-an, bisnis ini mulai merambah ke techno-futuristic dengan memperkenalkan game elektronik. Mulai dari sini, parlor lebih ramai dan lebih berwarna-warni, sangat sempurna untuk dikunjungi untuk satu hingga 2 jam sebelum pulang ke rumah dalam perjalanan pulang.
Bagaimana sih sebenarnya cara memainkannya? Mudah, sebenarnya tidak perlu memiliki skill tertentu dalam memainkan pachinko. Sama seperti pinball, gerak bola tergantung seberapa kuat kamu menarik pelatuknya. Namun, pachinko itu gambling, semua tergantung keberuntunganmu. Masukkan bolanya ke dalam lubang dan kamu akan mendapat lebih banyak bola. Biasanya, 125 bola itu dihargai 500 yen, jadi setiap bola memiliki harga sekitar 4 yen.
Secara teori, gambling atau judi itu ilegal di Jepag, namun pachinko parlour punya cara sendiri agar tidak melanggar hukum. Saat tengah malam, kamu memasukkan bolamu ke sebuah mesin yang memberimu sebuah tiket. Setelah itu, pergilah ke toko khusus di sudutnya, di mana kamu menukar tiket tersebut dengan uang tunai.
Mungkin saja tidak diperlukannya skill sama sekali yang membuat pachinko sangat menggoda. Menurut sebuah penelitian yang diadakan pada tahun 1991, ditemukan bahwa 29% pemain berpikir kalau mereka mengalami kecanduan pachinko dan 30% menyatakan mereka kerap meminjam uang untuk membuat mereka tetap bisa bermain.
Nah, karena keadaan mulai normal, parlour mulai dibuka kembali yang berarti para maniak pachinko juga kembali. Namun sayangnya, layaknya populasi di Jepang, pachinko juga semakin tua dan jumlah parlour mulai menyusut. Para pemilik parlour juga kesulitan menarik perhatian pemain muda yang lebih tertarik bermain game. Kesimpulannya, ada atau tanpa virus corona, popularitas pachinko memang mulai menyusut.